Jigsaw
dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas
Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John
Hopkins.[1]
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar
belakang pengalaman peserta didik dan membantu peserta didik mengaktifkan
skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, peserta
didik bekerja sama dengan sesame peserta didik dalam suasana gotong-royong dan
mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.[2]
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas penguasaan
bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain
dalam kelompoknya. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, dengan setiap
kelompok terdiri dari 4-6 orang siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda, serta
jika memungkinkan anggota dari kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang
berbeda serta kesetaraan jender.Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah
anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran
yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.[3]
Semua
siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalamkelompok yang
disebut kelompok ahli (counterpart group). Dalam kelompok ahli siswa
mendiskusikan bagian pembelajaran materi yang sama, serta memutuskan rencana
bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok
asal ini oleh Aroson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji).
Ciri-ciri
dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dinyatakan antara lain bahwa :
a.
Siswa bekerja dalam
kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b.
Kelompok dibentuk dari
siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c.
Bilamana mungkin,
anggota kelompok, berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang
berbeda-beda.
d.
Penghargaan lebih
berorientasi kepada kelompok ketimbang kepada individu.[4]
[1]
Muslimin Ibrahim, et.al., Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya:
Universitas Negeri Surabaya, 2000), hlm. 21
[2]
Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruangruang Kelas, (Jakarta: Gramedia, 2004), hlm.hlm. 69.
[3] Sugianto, Dian
Armanto, dkk, Perbedaan Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan STAD ditinjau dari Kemampuan Penalaran
dan KomunikasiMatematisSiswa (Jurnal Didaktik Matematika, Vol. 1, No. 1,
April 2014), hlm. 118
0 comments :
Post a Comment