My Life

Libatkan Allah dalam setiap urusan

Tuesday, June 9, 2015

Kitab Fathul Majid: Sifat wajib Allah (Sifat Wujud (Ada) < عـدم x وجـود>)

Sekarang ngaji dulu tentang ini , tentang sifat Allah 'wujud' dari kitab fathul majid.



        Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama’ dalam memberi definisi sifat Wujud ini. Ada pendapat yang menyatakan bahwa definisi Wujud adalah غير الموجود. Jika mengacu pada definisi ini, maka sifat Wujud berarti (posisi) pertengahan antara ada dan tiada (Maksudnya: Dzat Allah itu tidak bisa kita ketahui, namun wujud keberadaan-Nya bisa kita rasakan). Menurut pendapat lain (pendapat Imam Al-Asy’ari), sifat Wujud berarti; inti dari Dzat sang pencipta, maksudnya adalah sifat wujud bukan merupakan unsur tambahan terhadap Dzat sang pencipta (Allah SWT), sekiranya sifat wujud mempunyai unsur lain pada bagian luar sebagaimana Dzat Allah SWT, maka seandainya saja hijab kita dibuka, niscaya kita bisa melihat sifat wujud sabagaimana sifat-sifat ma’any lainnya. Sifat Wujud merupakan perkara yang terbersit di dalam hati saja untuk memperkuat pemahaman tentang Dzat-Nya. Yang dimaksud dengan adanya sifat Wujud sebagai inti dari sang pencipta (Allah SWT), bukanlah inti secara nyata, akan tetapi yang dimaksud di sini adalah sifat Wujud bukan merupakan unsur tambahan di luar Dzat-Nya, akan tetapi sifat wujud pemikiran yang seperti itu hanya berada di dalam hati saja.
         Sifat Wujud merupakan sifat Allah SWT secara hakiki dengan dalil bahwasanya para ulama’ tauhid sudah memberikan dalil tentang sifat Wujud. Seandainya saja sifat Wujud merupakan inti dari Dzat Allah SWT, niscaya para ulama’ tidak perlu mencarikan dalil untuk sifat Wujud. Ada pertanyaan, apakah orang mukallaf wajib atau tidak untuk meyakini bahwasanya sifat Wujud merupakan inti dari Dzat Allah SWT atau justru berada di luar Dzat-Nya?, Jawaban: Orang mukallaf tidak wajib berkeyakinan seperti itu. Akan tetapi yang diwajibkan adalah bahwasanya Wujud Allah SWT merupakan sifat wajib yang tidak mungkin ketiadaannya, dan Wujud Allah SWT tanpa ada materi maupun perantara, maksudnya tidak ada sesuatu pun yang terlibat dalam Wujud Allah SWT. Kesimpulannya, Allah SWT tidak membutuhkan pencipta yang menciptakan ‘diri-Nya’. Sedangkan Dzat Allah SWT menuntut keberadaan sifat Wujud, maksudnya Allah SWT tidak menciptakan diri-Nya sendiri.
       Para makhluq hidup sudah mengakui wujud-Nya, dan tidak ada yang mengingkari hal itu kecuali golongan yang mata hatinya sudah dilenyapkan oleh Allah SWT, misalnya; golongan Dahriyah. Yaitu golongan yang mengingkari wujudnya pencipta. Mereka berpendapat: “Sesungguhnya  bahwa hidup ini hanya menyangkut hubungan kekeluargaan & (menunggu) musnahnya bumi, dan tidak ada yang mampu menghancurkan kita selain waktu (dahr) saja”. Oleh karena itu, golongan ini disebut dengan golongan Dahriyah. Semoga mereka ditimpa adzab yang pedih.
       Dalil sifat Wujud Allah SWT adalah terciptanya alam semesta, yaitu wujudnya alam semesta dari yang semula tidak ada kemudian menjadi ada dan tersusun. Ringkasnya; alam semesta adalah baru (حـادثا), dan setiap perkara yang baru pasti mempunyai pencipta, kesimpulannya: alam semesta ini ada Dzat yang menciptakannya. Ini adalah dalil rasional (aqli). Adapun bahwa yang dimaksud dengan sang pencipta di sini adalah Allah SWT Yang Mahaesa dan tiada sekutu bagi-Nya, tidaklah berdasarkan dalil di atas, akan tetapi berdasarkan keterangan dari para Rasul AS.
       Perhatikan masalah ini, sesungguhnya sifat baru (حـادثا) bagi alam merupakan dalil wujudnya Allah SWT, karena alam sebelum terwujud merupakan perkara mumkin – perkara yang mungkin ada dan tidak ada dengan peluang yang sama –. Pada dasarnya, wujudnya alam dengan ketiadaan alam berada pada posisi yang sama persis. Setelah nyata bahwasanya alam sudah terwujud, berarti posisi terwujudnya alam menjadi lebih unggul dari pada ketiadaannya. Selanjutnya, sudah pasti alam tadi mempunyai Dzat yang menciptakannya, yaitu Allah SWT.
         Apabila ada pertanyaan, apa dalil yang menyatakan bahwa alam itu bersifat baru?, maka jawabannya adalah bahwasanya alam itu terdiri dari unsur-unsur (jirim) dan sifat-sifat (kejadian atau fenomena alam). Kejadian-kejadian di alam ini – misalnya; bergerak, diam, dan lain-lain. – merupakan sesuatu yang baru, maksudnya; semua itu ada setelah sebelumnya tidak ada kemudian menjadi ada. Dalilnya adalah Anda melihat bahwasanya fenomena-fenomena alam itu berubah, dari ada menjadi tidak ada, dan dari tidak ada kemudian menjadi ada. Tubuh (manusia) terkadang bergerak dan terkadang diam. Jadi, gerak berubah menjadi diam, dan diam berubah menjadi bergerak.
       Dari sini bisa diketahui bahwasanya fenomena-fenomena alam merupakan perkara yang baru, begitu juga dengan jirim – semakna dengan tubuh (manusia) – yang menetapi fenomena alam di atas, karena tubuh pasti tidak lepas dari kondisi bergerak atau diam. Segala sesuatu yang menetapi sesuatu yang baru, berarti juga termasuk perkara baru. Jadi, tubuh itu adalah perkara yang baru, yaitu keberadaannya setelah sebelumnya tidak ada kemudian menjadi ada sebagaimana fenomena-fenomena alam. Kesimpulan dalil untuk menjawab pertanyaan di atas adalah jirim-jirim itu menetapi fenomena-fenomena alam yang sifatnya baru (haadits), dan setiap perkara yang menetapi sesuatu yang sifatnya baru, juga termasuk perkara yang baru pula, kesimpulannya; jirim-jirim adalah perkara yang baru. Selanjutnya, sifat baru yang melekat pada jirim-jirim dan fenomena-fenomena alam merupakan dalil wujudnya Allah SWT, karena setiap perkara yang bersifat baru pasti membutuhkan sang pencipta, dan sang pencipta itu tiada lain adalah Allah SWT semata. Jika Allah SWT sudah pasti mempunyai sifat Wujud, otomatis Dia mustahil mempunyai sifat ‘Adam (tidak ada) yang merupakan kebalikan dari sifat Wujud.

Allahu a'lam

4 comments :

  1. alhamdulillah bisa belajar fathul majid dlam bhsa indnesia

    ReplyDelete
  2. Fathul majid ada 2.
    Satu karya syekh nawawi al bantani. Aswaja.

    Satunya karya Wahabi

    ReplyDelete
  3. Cover Kitab di atas adalah kitab wahabi

    ReplyDelete