My Life

Libatkan Allah dalam setiap urusan

Thursday, July 2, 2015

Teori Pembelajaran Humanistik



Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanismebiasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakteristik yang sangat kuat yang tampak dari para pendidik beraliran humanisme.[1]
Dalam artikel Some Educational Implications of the Humanistic Psychologist, AbrahamMaslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan Behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisis Freudian. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik, biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Berbeda dengan Behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manusia atau dengan freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, Humanistik melihat melihat perilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat, yaitu bahwa yang dilihat adalah adalah perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan antara motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hierarki kebutuhan motivasi Maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan bersama manusia lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri, sekaligus juga menggambarkan motivasi dalam level yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.[2]
Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka. Teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
Bagi para penganut teori humanistik, proses belajar harus bermuara pada manusia. Teori belajar ini yang paling mendekati dunia filsafat daripada dunia pendidikan. Meskipun teori ini sangat menekankan pada isi dari proses belajar, dalam kenyataannya teori ini lebih banyak bicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuk yang paling ideal. Teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti yang sering terjadi dalam keseharian. Teori ini bersifat elektrik dan teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk memanusiakan manusia (mencapai aktualitasi) dapat tercapai.
Dalam praktiknys, teori ini antara lain dapat terwujud dalam pendekatan yang diusulkan oleh Ausubel yang disebut belajar bermakna atau Meaningful Learning (Ausubel juga dimasukkan dalam aliran kognitif). Teori ini juga terwujud dalam teori Bloom, Krathwohl, Kolb, Honey, Mumford, dan Habermas.[3]


[1] Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa. Belajar dan Pembelajaran mengembangkan wacana dan praktik pembelajaran dalam pembangunan nasional, (Ar-Ruzz Media, 2011). Hlm. 157
[2] Ibid, hlm. 158
[3] Ibid, hlm. 159

Allahu a'lam

0 comments :

Post a Comment