My Life

Libatkan Allah dalam setiap urusan

Saturday, March 30, 2019

My Beloved Husband

Hal yang tak bisa diungkapkan dan dibayangkan sebelumnya, ia yang kini bisa saya sebut husband. Lebih tepatnya my husband, my lovely husband.

Tak terhitung kebahagiaan ketika ia melafalkan ijab qobul akad nikah dan dilanjutkan suara "sah" yang berderu. Ia telah menjadi bagian penting dalam hidup.
Ketika untuk pertama kalinya saya menjabat tangan dan mencium tangannya, sepertinya ada hal yang membuat segala sesuatunya terasa begitu indah, ada rasa hormat, sayang, dan kagum yang ingin saya tunjukkban terhadapnya. Dan semoga ia bisa menangkap apa yang ingin saya tunjukkan itu.

Ucapan sah, berjabat tangan dan mencium tangannya, tanda tangan di buku nikah semuanya begitu sangat melegakan, saya miliknya.

Senyumannya saat itu tergambar jelas bahwa ia bahagia. Saya merasa lega dengan senyumannya itu.

Tepat hari akad nikah, tanggal 27 Maret 2019, untuk pertama kalinya,benar2 pertama kali, ia berucap bahwa ia mencintai saya dan akan berusaha untuk mencintai keluarga saya. Saat itu air mata tak bisa terbendung lagi, namun dengan segera saya menghapus air mata itu, sungguh membuat saya begitu lega, ia mencintai saya, saat itu rasa yakin terhadapnya semakin,semakin dan semakin bertambah terhadapnya.

Ucapan itu, ucapan yang sudah saya tunggu-tunggu lama, akhirnya ia ucapkan dengan jelas malam itu.
Saat itu, saya benar-benar menekadkan diri dan berusaha ingin benar-benar menjadi istri yang terbaik untuk suami.

Namun, setelah saya pikir-pikir, memang saya terlalu banyak sekali kekurangan untuk ia yang tak banyak kekurangan. Dalam hal memasak, ia lebih bisa diandalkan dari saya, dalam hal kebersihan rumah, ia lebih bisa dan paham dari saya, dalam hal perhatian, ia jauh lebih perhatian dari saya. Segalanya begitu lebih dan lebih baginya, tapi apalah saya.

Bisakah masak Bali ayam? Nggk
Bisakah buat perkedel? Nggk
Apa yang ia ingin selalu jawaban nggk yg keluar dari mulut saya. Bagaimana bisa, biasanya di rumah beli bumbu jadi tinggaltnambah bawang merah sama beberapa bumbu, bukan membuat dari awal.

Ia lalu tak mengucapkan apa-apa setelah itu, tapi ia menunjukkan wajah yang ingin menenangkan dan mengisyaratkan tidak apa2 tak bisa masak, tak usah dipikirkan.
Nanum, bagaiman tidak memikirkan. Itulah kelebihannya dan kekurangan saya.
(PR 1: belajar masak)

Saya sedang duduk, dan mengecek pesan di hp, soalnya dari malem belum semoat oegang hp, kelihatannya lantainyalbersih, tpi agak kotor sedikit dan ia mengambil kaleng dan pel, ia mencelupkan pel ke dalam kaleng dan memerasnya, saya bertanya mau mengepel? Ia menjawab iya.
Haruskah ia lebih perhatian terhadap kebersihan daripada saya 😔. Ia bahkan tak menyuruh saya untuk mengepel. Dalam benak saya kenapa ia selalu terlihat lebih, dan saya kurang? 😔
Namun, dengan cepat saya berucap saya saja yang mengepel. Ia pun menyodorkan pel, nanum ia tak meninggalkan saya, ia membantu memberikan pewangi lantai.
Sekali lagi, itulah kelebihannya dan kekurangan saya.
(PR 2: perhatian terhadap kebersihan rumah)

Pagi, ia menwarkan makan bersama, tapi saya menolaknya, dan ia paham karena waktu itu perut lagi gak enak, rasanya gak enak mau makan. Namun ia mengambil makan dan bilang makan sedikit saja. Dan ia menyuapi saya.iya, seneng. Dalam batin saya saya menyeletuk, tiap pagi gak enak makan saja, agar bisa disuapi tiap hari 😅.
Ia begitu perhatian terhadap saya. Namun, saya kurang perhatian. Sekali lagi itulah kelebihannya dan kekurangan saya.
(PR 3: lebih perhatian terhadap suami)

Itulah tentang sosok my beloved husband. Semoga saya juga bisa menjadi his beloved wife. Aamiin.

Allahua'lam

0 comments :

Post a Comment