Dalam berbagai hal, kamu, semakin bersinar, lagi dan lagi dan selalu begitu. Tapi sekali lagi saya adalah seseorang yang tak bersinar sepertimu. Ke'biasaan' menjadi sesuatu yang melekat pada saya, tanpa ada sinar-sinar yang selalu melekat padamu.
Ragu? Iya ragu. Bukan hanya sekedar ragu, tapi ragu sekali, benar-benar ragu.
Sikapmu yang selalu terkesan tak peduli itu, hmmm...entahlah. pesan yang sangat jauh sekali dari kata singkat. Sangat singkat. Singkat sekali. Apakah seperti itu terhadap seorang wanita yang istimewa? Bukankah tak seperti itu.
Itu salah satu bukti bahwa saya bukanlah apa-apa, dan mulai tumbuh mekar lagi ragu itu, ragu lagi, dan semakin ragu.
Bagaimana seharusnya saya? Haruskah saya berterimakasih karena dengan begitu saya tak perlu berharap, menunggu, dan tak perlu lagi ada kedekatan yang menimbulkan sesuatu yang tak baik.
Atau haruskah saya membencimu karena sikapmu itu
Ya, mungkin keduanya perlu dilakukan. Hanya perkara membenci tak perlu dilakukan. Cukup biasa saja.
Saat ini hati bicara dan sekali lagi menegaskan suatu saat nanti, jika ia mengirimi pesan, jangan dibalas.
Bisakah seperti itu?
Tapi pikiran mulai mengelaknya, dan mempertanyakan, apa tujuanmu tak membalas pesan darinya? Apakah untuk membalas sikapnya yang terlalu tak peduli itu?
Waallahua'lam
0 comments :
Post a Comment